Jumat, 26 Desember 2008

siapa setan?

kemarin aku menantang setan. menentang hal yang kutau adalah tabu. tidak diperlukan banyak kekuatan. hanya sedikit kelicikan pikiran.
puas... walaupun perasaan ini tidak bebas. karena malu terus menggelayuti, menghantui, melucuti setiap penutup hati.
siapa yang menang? dia atau setan? dia masih berdiri pada imannya. berjibaku melawan gejolak yang belum pada tempatnya. dan tanpa disadarinya, diam-diam setan melacurkan perasaannya. demi mengetahui satu kenyataan pahit, “setan itu aku!”

261208

luruh bersanding dengan lirih. lantas luluh dan melebur ... awalnya seperti tercebur. tak urung selalu mencoba untuk kabur. “ini dogma sayank...,” berusaha meyakinkan diri sendiri.
perlahan... satu hari di suatu waktu pun ada yang lumer, meluber... seperti tanpa habis. padahal tanpa sadar telah terkikis. “ini dogma sayank...,” seperti fatum yang termaktub dalam aliran darah. “hanya pasrah, lillaah...!!!”

Senin, 15 Desember 2008

Rindu Risau Cinta (olin, 23 januari 1998, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Kalau bisa memilih
aku mau pergi ke suatu tempat
di mana aku bisa
tidak bingung seperti sekarang
soal hati yang gundah tiada jelas
tidak pusing seperti orang sakit jiwa
tidak ada, tidak adalah

Tidak harus jatuh cinta lagi
karena susah bertemu seseorang
untuk menghabiskan hari-hari bersama
sampai rambut putih semua

Jadi kenapa
harus jatuh cinta lagi
kalau akhirnya
cinta itu tiada satu
malah bikin sakit hati
merana dan sedih berkepanjangan

Apakah memang harus begitu terus?
ataukah memang cinta uji coba saja?
sebelum sampai ke titik sepakat
antara dia dan kita

Ataukah cinta
memang tidak boleh berharap
untuk bisa memiliki
atau disatukan

Jadi kenapa harus jatuh cinta?
memang tidak bisa memilih

Irama Tanpa Lagu (lulu, 10 september 1995, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Kaulah irama tanpa lagu
yang berenang di lautan dengan eksentrik
serta sebuah senyuman dikulum
Kalau mungkin tergenggam
akan nyatalah sinarmu merekah di antara
jemariku
kau masuk dalam napas
mengaliri waktu-waktu luang yang berserakan
Pada waktunya,
Kita ‘kan selalu bersapa dalam mimpi, angan, asa
Dan ketika saat itu datang
kuingin kita berlari bersama
di mana awan berkejaran dengan angin serta
sinarnya mentari
tempat semua kedamaian
yang paling bisa tercipta oleh humanisme kita
tertumpah
Mungkin...
memang lagu itu ada
walau hanya untuk bernyanyi sekali

Mencari Cinta (olin, 23 januari 1998, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Cinta lagi cinta lagi
kalau jauh kangen
kalau ketemu nggak bisa ngomong
gimana begini

Dari dulu sampe sekarang
yah masih sama saja
rindu dendam enggak terungkap
hari-hari jadi melilit

Jatuh cinta memang indah
memelihara cinta itu gerah
putus cinta mau bunuh diri
jadi cinta itu aneh sekali

Ada enggak ada
jadi topik pembicaraan seru
cinta itu begini
cinta itu ya begitu

Aih cinta memang hebat
sudah nyusahin
masih dibicarakan
masih pula dicari

Kagumi Saja Aku (oppie, 25 juni 1998, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Kagumi saja terus aku dari jauh
Pandangi saja aku dengan sembunyi-sembunyi
aku tak punya rasa tentangmu.
Maafkanku kalau kadang aku nakal dan bertanduk
hanya karena inginku bermain-main dengan rasaku.
Maafkanku tentang tersiksanya rasamu.
Karena tak tersentuh sedikit pun rasaku,
pun dengan bungamu.
Jangan ganggu rasaku,
jangan coba paksa ketuk pintuku, nanti aku muak.
Karena bukan kamu,
dan sedikitnya kamu... untukku.

Jati (vivian, juli 2002, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Ia membawa langit di matanya
dengan petir yang menyambar
hanguslah terbakar mataku

‘kau perempuan dengan
matahari di tanganmu
maka duniaku berputar padamu’

(tapi aku hanya mengikutimu
karena sudah kaumiliki mataku)

‘kau perempuan dengan
telaga di dadamu,
maka mengalirlah mata
airku padamu’

(akulah lekuk yang menyimpan airmu
tempat teduh untuk bersemayam hatimu)

Berubah (Oppie, 23 juni 1998, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Mengapakah aku?
Lepas, liar, dan tak tahu malu membuka rasaku
telanjangi diri sendiri
Bertanyalah aku pada nuraniku,
jujurkah aku?
Ataukah aku sedang bermain-main?
Haram dan malu aku untuk telanjang di depanmu
Karna belum menyeluruhnya rasaku tentangmu...
Apakah kau...? Cukupkah kau...?
Entahlah, pun tak terbacanya hati kecilku,
atau aku yang terlalu dungu untuk merasa...
Terlalu nyaman aku berdiam damai di
ketersembunyianku yang indah...
Merasakan sensasi dan gairah rasa
keperempuananku...
Astaga... aku butuh selimut untuk bersembunyi
dari pikiran liarku...
Wahai bir keparat, membuatku lepas...
membuka ketersembunyianku...,
Takut? Malu? Lega? Lebih hidup?
Atau aku sudah berubah...

Andai Waktu (Oppie, 28 desember 1999, Biru, Hitam, Merah, Kesumba)

Maafkan aku untuk keplin-plananku ini
Aku sendiri bingung, (aku perempuan yang kadang
tak punya sikap).
Maafkan aku atas kebekuan hati ini.
Aku sendiri tak kuasa menerjemahkannya
dalam sebuah kejujuran, atau mungkin aku cukup
bahagia dengan permainan ini.
Maafkan aku atas kehambaran sikapku ketika kau
beri aku bunga.
Aku sendiri terlalu malu untuk menyadarinya, terlalu
tolol untuk menjadi perempuan dewasa (aku tak
tau harus bagaimana)
Maafkan aku karna tak kubiarkan lepas kejujuran ini.
Aku sendiri takut tak terkendali, otakku buntu,
dan aku butuh perpanjangan waktu, butuh waktu
menjadi berhenti sejenak, kosong...
Maafkan aku karna terlalu bodoh memaknai tatapan
dan getaran itu... (semoga aku tak salah, atau
sebaliknya aku salah?!)
Maafkan aku yang lancang menjadikanmu kekasih
dalam khayalanku, mimpikanmu, rindukanmu...
Wahai kau..., kirimi lagi aku bunga mataharimu,
bawakan lagi aku coklat Hollandmu, harumi lagi
bantal gulingku dengan wangi pinus yang temani
mimpiku, tanyakanlah lagi penyakit maagku.
Kalau saja waktu bisa mundur dan bisa mengulang
semua itu.
Ah, aku kan memang perempuan tolol yang gila
karna sepi, perempuan yang berhati batu, atau...
penakut...?!!